Mauidoh Hasanah
oleh KH Salim Nur
File MP3nya : [ 19 Oktober 2013 ] Mauidoh Hasanah Oleh KH Salim Nur @ Kel. Tlogo Waru, Kec. Kedung Kandang
Tentang Maulid,
Haul, Tahlilan dan Keikhlasan dalam Berdakwah
Dalam
sebuah kitab yang berjudul Al I’lam Bil Fatawa Aimmatil Islam Haula Maulidihi
‘Alaihisholatu wassalam yang dikarang oleh Sayyid Muhammad bin Ali Al Maliki Al
Hasani mengkisahkan bahwa ayahnya yaitu Sayyid Ali Al Maliki pernah berkata, “ayahku,
sayyid abbas Al Maliki pernah diundang ke
Palestina hanya untuk menghadiri
peringatan Maulid Nabi Shollallohu ‘Alaihi wasallam. Ketika beliau sampai di
Palestina pada malam 12 Robiul Awwal, ada kejadian yang luar biasa, ada orang
tua berdiri mulai dari awal sampai akhir majelis. Orang-orang di sekitarnyapun
terheran-heran. Setelah akhir majelis, orang tua ini dipanggil oleh sayyid
Abbas kemudian di tanya, ”wahai orang tua, mengapa anda berdiri mulai awal
hingga akhir majelis?”, “ya Habib, ini nadzar saya, dulu saya pernah hadir
majelis seperti ini. Ketika mahallul qiyam, semua orang berdiri ta’dziiman
lirosulillah shollallohu ‘alaihi wasallam, tetapi saya tidak berdiri karena
saya punya keyakinan bahwa mahallul qiyam ini tidak ada dasarnya. Namun malam
ketika saya tidur, saya bermimpi Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wasallam
datang, orang-orang sama berdiri semua, tetapi saya mau berdiri namun tak bisa.
Ketika Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wasallam lewat depan saya, beliau
berkata, “ kamu tidak akan bisa berdiri, kamu lumpuh”. Ketika saya bangun dari
tidur ternyata saya telah lumpuh. Kemudian saya bernadzar jika di beri
kesembuhan, maka saya akan berdiri di majelis maulid mulai awal sampai akhir“.
Dari
kisah nyata diatas, kita bisa mengambil pelajaran, bahwa majelis maulid seperti
yang kita hadiri ini disukai oleh Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi
wasallam.adakannya peringatan haul.
Setiap
peringatan haul biasanya di lakukan dengan tahlilan, tahlilan ini berawal
ketika dahulu di awal islam masuk ke indonesia, kebiasaan masyarakat jika ada
seseorang yang meninggal adalah berkumpul di rumah duka dengan melakukan
kegiatan yang bertentangan dengan islam. Akhirnya para ulama’ dahulu membimbing
masyarakat ini dengan cara halus untuk mengajak mereka merubah kebiasaan buruk
itu dengan kebiasaan baik yaitu dengan tahlilan. Akhirnya sampai sekarang
membudayalah kegiatan tahlilan tersebut hingga sekarang. Ironisnya sekarang
banyak yang mengatakan jika tahlilan adalah bid’ah, ini berarti tidak
menghargai usaha ulama’-ulama’ terdahulu. Ada kelompok yang mengatakan jika doa
yang dikirimkan kepada orang yang telah meninggal itu tidak akan sampai. Empat
madzhab termasuk di dalamnya madzhab syafi’i yang kita ikuti, mengajarkan bahwa
doa yang kita hadiahkan kepada orang yang telah meninggal adalah sampai. Tidak
ada pertentangan dalam hal ini.
Dalam
kitab Ar Ruh karya Ibnul Qoyyim Al Jauziyah di sebutkan sahabat Abu Dzar pernah
berkata, “aku pernah mendengar Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wasallam
memerintahkan agar ikhlas dalam mendoakan mayyit”. Berarti mendoakan mayyit
telah di perintahkan oleh Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wasallam. sholat
jenazah isinya adalah doa, ini menunjukkan bahwa doa tersebut sampai. Mereka
yang mengatakan demikian juga beralasan bahwa kegiatan tahlilan itu adalah
pemborosan karena di dalamnya ada pemberian makanan, minuman untuk yang hadir
tahlilan. Dalam Shohih Bukhori disebutkan, sahabat Ibnu Umar
berkata,”ada seseorang yang bertanya kepada Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi
wasallam, “ajaran islam yang paling bagus itu apa wahai Rasul?”, maka
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wasallam menjawab, “ memberi makanan kepada
orang lain dan mengucap salam kepada siapapun”. Maka tidak ada yang
menyalahi aturan dalam kegiatan tahlilan tersebut.
Berhubungan
dengan Haul Kyai muttaqin, KH. Salim Noor memberikan testimoni bahwa Kyai
Muttaqin ini adalah teman dari abah beliau ketika mondok di Kyai Abdulloh
siwalan panji kec. Buduran. Abah dari KH. Salim Noor mengatakan bahwa Kyai
Muttaqin ini adalah seorang yang ahli nahwu (ilmu tata bahasa arab), orang yang
tawaddu’. Mudah-mudahan beliau Kyai muttaqin adalah termasuk ulama’ yang
ilmunya mantab. Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wasallam ketika ditanya sahabat
tentang siapa orang yang ilmunya mantab, maka Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi
wasallam menjawab, “yaitu orang yang tidak pernah melanggar sumpah, jujur
lisannya, hatinya tawaddu’ takut kepada Alloh, perutnya terjaga dari sesuatu
yang haram, farjinya terjaga dari perzinahan. Itulah orang yang mantab ilmunya”.
Maka siapapun harus bisa meniru ulama’-ulama’ yang ikhlas.
Zaman
sekarang sulit mencari ulama’ yang benar-benar ikhlas dalam berdakwah, maka
yang seperti ini tidaklah masuk golongan yang ilmuya mantab. Hal seperti
ini terjadi dimungkinkan karena sesuatu yang di makan adalah hal yang syubhat
bahkan haram. Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wasallam bersabda, “tidak akan
masuk surga orang yang di perutnya ada sesuatu yang haram”.
Selain
yang tidak ikhlas tersebut, sekarang banyak ulama’ yang mengandalkan tawa
sebagai objek ceramahnya, padahal Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wasallam dalam
syamailnya dikisahkan tidak pernah tertawa melampaui batas. Tertawa itu di bagi
tiga macam:
1.
Tabassum, tersenyum tanpa kelihatan
giginya.
2.
Dzohik, tertawa dengan suara lirih
(mulut sedikit terbuka, gigi agak kelihatan)
3.
Qoh qoha, tertawa denga suara keras
(mulut terbuka lebar)
Rasululloh
Shollallohu ‘Alaihi wasallam ketika melihat sesuatu yang lucu, maka beliau
tersenyum sambil menutup lisan beliau agar tak keluar suara. Maka yang tertawa
lepas itu berhukum makruh. Jika mengikuti Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi
wasallam maka tidak tertawa lepas tanpa kendali.
Wallohu
a’lamu bishowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar