Senin, 12 Oktober 2015

20151011 DRS KH SIRON JAMIL 11 0KT 2015B~1

MAKATA majlis kajian tafsir, 12 OKT 2015 Drs KH YUSRON KHOLID, Mpdi direktur Aswaja center Nu Magetan

PONPES YATIM PIATU NURUL HIDAYAH

KAMI MERINTIS DAN MEMBANGUN PONPES YATIM PIATU NURUL HIDAYAH YANG TERLETAK DI KABUPATEN KARANGANYAR DEPAS MASJID ALHIDAYAH, KARANGANYAR JATENG SEKARANG DALAM PROSES PEMBANGUNAN YG INGIN TIKET SORGA DAN IKLAS IKUT SENGKUYUNG MENYELESAIKAN PEMBANGUNAN PONPES YATIM PIATU MONGGO YG BERKENAN DAN IKLAS KE REK AN TASIR HIDAYAT : Sedekah tiap hari Rp 1000 untuk Allah anda akan dimudahkan kehidupan Dunia dan akherat, Akherat yg selama2nya siapa yg mau ikut andil membangun ponpes yatim nurul hidayah masuk rek BRI Syariah. 1022222445 an Tasir Hidayat bagi dulur-dulur  yg mau menabung bekal akherat monggo sengkuyung bareng pondok yatim  yg sudah mulai di bangun

Senin, 04 Mei 2015

KISAH IBLIS BERTEMU DENGAN RASULULLAH

Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW di kediaman seorang sahabat Anshar, tiba - tiba terdengar panggilan seseorang dari luar rumah:
"Wahai penghuni rumah, bolehkah aku masuk? Sebab kalian akan memerlukanku. "
Rasulullah bersabda : "Tahukah kalian siapa yang memanggil?"
Kami menjawab : "Allah dan rasulNya yang lebih tahu."
Beliau melanjutkan, "Itu iblis, laknat Allah bersamanya."
Umar bin Khattab berkata: "Izinkan aku membunuhnya wahai Rasulullah"
Nabi menahannya :" Sabar wahai Umar, bukankah kamu tahu bahwa Allah memberinya kesempatan hingga hari kiamat? Lebih baik bukakan pintu untuknya, sebab dia telah diperintahkan untuk ini, fahamilah apa yang hendak ia katakan dan dengarkan dengan baik."

Jumat, 01 Mei 2015

FITNAH SALAFI WAHABI TAHLILAN BERASAL DARI HINDU



BISMILLAHIRROMANIR ROHIM
Pada TULISAN KALI  ini SAYA ingin membuka mata semua orang dan membongkar kedustaan dan fitnah yang selama ini menuduh tahlilan berasal dari Hindu, aku membuktikan dengan mengecheck kitab weda langsung, ada 4 kitab veda/weda yang aku pegang baik yang berbahasa sanskerta maupun yang udah ditranslate ke dalam bahasa Inggris.
Kitab itu terdiri dari RIG VEDA/WEDA, ARTHA VEDA/WEDA, SAMHITA SAMA VEDA/WEDA, DAN YAJUR VEDA, selain itu aku memegang file pdf lainnya sebagai penunjang dan rujukan diantaranya mahayana upanishad , holy baghavatgita/bagawat gita.
Kelompok salafi wahabi menuduh TAHLILAN berasal dari hindu dengan dalil-dalil yang diambil dari kitab hindu , dan benarkah demikian ?? BAIKLAH mari kita buktikan , aku akan buktikan sendiri bahwa tuduhan itu adalah dusta dan teramat keji !!!
Terkait tuduhan mereka tentang perkara ini :
TUDUHAN & FITNAH KE-1

Sabtu, 10 Januari 2015

KEUTAMAAN MEMPERINGATI MAULID NABI MUHAMMAD SAW

Menurut fatwa seorang Ulama besar : Asy-Syekh Al Hafidz As-Suyuthi menerangkan bahwa mengadakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw, dengan cara mengumpulkan banyak orang, dan dibacakan ayat-ayat al-Quran dan diterangkan (diuraikan) sejarah kehidupan dan perjuangan Nabi sejak kelahiran hingga wafatnya, dan diadakan pula sedekah berupa makanan dan hidangan lainnya dengan cara yang tidak berlebihan adalah merupakan perbuatan Bid’ah hasanah, dan akan mendapatkan pahala bagi orang yang mengadakannya dan yang menghadirinya, sebab merupakan wujud kegembiraan, dan kecintaan / mahabbah kapada Rosullullah saw.
 
Seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw :
مَنْ أَحَبَّنِى كَانَ مَعِيْ فِي الْجَنـَّةِ
“Barang siapa yang senang, gembira, dan cinta kepada saya maka akan berkumpul bersama dengan saya masuk surga”.
 
Dalam kitab “Anwarul Muhammadiyah“ karangan : Syekh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani, diterangkan bahwa pada saat hari kelahiran Nabi Muhammad Saw, seorang wanita budak belian dari Abu Lahab (tokoh kafir jahiliyyah) yang bernama Tsuwaibah menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran Nabi Muhammad Saw kepada Abu Lahab. Karena senangnya Abu Lahab mendapat berita itu, spontan budak wanitanya yang bernama Tsuwaibah itu dibebaskan dan dihadiahkan kepada Siti Aminah : Ibunda Muhammad Saw untuk menyusui bayinya tersebut.
 
Ketika Abu Lahab telah meninggal dunia seorang sahabat Nabi ada yang bertemu dalam mimpinya dan menanyakan tentang nasibnya di akhirat.

DASAR HUKUM PELAKSANAAN PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW.

Sesungguhnya Nabi Muhammad Sallallahu alaihi Wasallam adalah utusan Allah dan rahmat bagi sekalian alam.Nabi Muhammad SAW. adalah nikmat terbesar dan anugerah teragung yang Allah berikan kepada alam semesta. Ketika manusia saat itu berada dalam kegelapan syirik, kufur, dan tidak mengenal Rabb pencipta mereka. Manusia mengalami krisis spiritual dan moral yang luar biasa. Nilai-nilai kemanusiaan sudah terbalik. Penyembahan terhadap berhala-berhala suatu kehormatan, perzinaan suatu kebanggaan, mabuk dan berjudi adalah kejantanan, dan merampok serta membunuh adalah suatu keberanian. Di saat seperti ini rahmat ilahi memancar dari jazirah Arab. Dunia ini melahirkan seorang Rasul yang ditunggu oleh alam semesta untuk menghentikan semua kerusakan ini dan membawanya kepada cahaya ilahi.Kelahiran makhluk mulia yang ditunggu jagad raya membuat alam tersenyum, gembira dan memancarkan cahaya. Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi pengarang kitab Maulid Habsyi (Biasa disebut Simtu Duror atau lengkapnya Simthud-Durar fi akhbar Mawlid Khairil Basyar min akhlaqi wa awshaafi wa siyar) menggambarkan kelahiran Nabi Mulia itu dalam syairnya yang indah:
 اشرق الكون ابتهاجا بوجود المصطفى احمد و لأهل الكون انس وسرور قد تجدد
“Alam bersinar cemerlang bersukaria demi menyambut kelahiran Ahmad Al-Musthofa Penghuni alam bersukacita Dengan kegembiraan yang berterusan selamanya”.

Kamis, 08 Januari 2015

MAULID DAN KEKONYOLAN WAHABI

MAULID DAN KEKONYOLAN WAHABI
Wahabi: “Berapa kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum merayakan maulid?”
Sunni: “Kalau merayakan maulid dengan berpuasa, maka telah menjadi sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak bisa dihitung berapa kali. Tapi kalau maksudnya merayakan maulid dengan acara yang kami lakukan memang tidak pernah.”
Wahabi: “Kalau tidak pernah merayakan maulid seperti yang kalian rayakan mengapa kalian tidak cukup berpuasa saja, tanpa perayaan yang beliau tidak pernah mencontohkan?”
Sunni: “Pertanyaan Anda justru sejak awal salah dan tidak ilmiah. Sehingga akhirnya Anda mengeluarkan keputusan hukum yang salah pula. Pertanyaan awam Anda yang selalu diulang-ulang kepada kaum awam adalah:
Berapa kali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merayakan maulid?
Berapa kali Khalifah Abu Bakar merayakan maulid?
Berapa kali Khalifah Umar merayakan maulid? Dan seterusnya.
Inilah rangkaian dari banyak pertanyaan Anda yang bodoh dan disebarkan kepada kaum Muslimin untuk membodohi mereka dengan kedok kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah.”
Wahabi: “Kok bisa, pertanyaan-pertanyaan kami dianggap salah dan suatu kebodohan?”
Sunni: “Dalam teori ilmu ushul fiqih, seorang penuntut/penggugat (mu’taridh) tidak boleh menanyakan dalil khusus kepada mustadil (ulama yang berdalil), misalnya harus dalil dari al-Qur’an dan hadits secara nash (tekstual). Tuntutan semacam ini adalah kebodohan. Karena di dalam agama, dalil itu ada banyak macamnya. Dalil-dalil yang disepakati oleh seluruh ulama ada empat; al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Sementara dalil-dalil yang masih diperselisihkan masih banyak lagi, seperti mashalih mursalah, saddu al-dzari’ah, istihsan, ‘amal ahl al-madinah, fatwa shahabi, dan lain-lain. Nah, karena dalil dalam pengambilan hukum tidak hanya terbatas pada al-Qur’an dan Sunnah, tetapi juga mencakup terhadap Ijma’ dan Qiyas, maka ketika seorang ulama menjawab suatu persoalan hukum dengan dalil Ijma’ dan Qiyas, jawabannya dapat diterima dan harus dihargai.”
Wahabi: “Mana dalilnya, bahwa fatwa ulama yang tidak berdasarkan nash al-Qur’an dan Sunnah harus diterima?”
Sunni: “Fatwa ulama yang tidak berdasarkan nash al-Qur’an dan Sunnah harus diterima apabila memiliki dalil yang lain, seperti Ijma’ dan Qiyas, atau selain Ijma’ dan Qiyas menurut ulama yang mengakuinya. Ini yang disebut dengan proses ijtihad atau istinbath. Hal tersebut sesuai dengan hadits-hadits berikut ini:
عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رضي الله عنه أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ. رواه البخاري (6805).
“Apabila seorang hakim melakukan ijtihad, lalu ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila melakukan ijtihad, lalu ijtihadnya keliru, maka ia memperoleh satu pahala.” (Al-Bukhari [6805]).
Dalam hadits di atas, jelas sekali keutamaan ulama yang mengeluarkan hukum berdasarkan ijtihad, ketika tidak ada nash dalam al-Qur’an dan hadits, apabila hasil ijtihadnya benar, maka mendapatkan dua pahala, dan jika salah maka mendapatkan satu pahala.
Dalam hadits yang sangat populer juga disebutkan:
عَنْ أُنَاسٍ مِنْ أَهْلِ حِمْصَ مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ « كَيْفَ تَقْضِى إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ ». قَالَ أَقْضِى بِكِتَابِ اللهِ. قَالَ « فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِى كِتَابِ اللهِ ». قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم-. قَالَ « فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِى سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلاَ فِى كِتَابِ اللهِ ». قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِى وَلاَ آلُو. فَضَرَبَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- صَدْرَهُ وَقَالَ « الْحَمْدُ للهِ الَّذِى وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللهِ لِمَا يُرْضِى رَسُولَ اللهِ ». رواه أبو داود والترمذي وأحمد
Dari beberapa orang penduduk Himash dari kalangan sahabat Mu’adz bin Jabal, bahwa ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam hendak mengutus Mu’adz ke Yaman (sebagai Qadhi), beliau bersabda: ”Bagaimana cara kamu memutuskan hukum, apabila menghadapi suatu persoalan?” Mu’adz menjawab: ”Aku akan memutuskan berdasarkan Kitabullah.” Beliau bertnya: ”Apabila kamu tidak menemukan keputusan dalam Kitabullah? ” Mu’adz menjawab: ”Berdasarkan Sunnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam.” Beliau bertanya: ”Apabila kamu tidak menemukan dalam Sunnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dan tidak menemukan pula dalam Kitabullah?” Mu’adz menjawab: ”Aku berijtihad dengan pendapatku secara sungguh-sungguh”. Lalu Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam memukul dada Mu’adz seraya bersabda: ”Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongan kepada utusan Rasulullah pada apa yang diridhai oleh Allah.” (HR. Al-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).
Perhatikan dalam hadits di atas, bagaimana Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam mendidik umatnya, ketika menghadapi persoalan yang tidak terdapat nash dalam al-Qur’an dan hadits, agar melakukan ijtihad, dan hal itu termasuk diridhai oleh Allah. Dalam hadits di atas, ketika Mu’adz bin Jabal ditanya tentang persoalan yang tidak ada nash dalam al-Qur’an dan hadits, beliau tidak menjawab, aku akan menghukumi bid’ah kepada persoalan tersebut, karena setiap bid’ah itu sesat dan masuk neraka. Tetapi Mu’adz akan berijtihad dengan sungguh-sungguh. Semua hukum tidak bisa didalili dengan hadits kullu bid’atin dholalah.
Dalam hadits lain, juga diriwayatkan:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ رَجُلٌ مِنْ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاةِ مِمَّا يُقْرَأُ بِهِ افْتَتَحَ بِقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ثُمَّ يَقْرَأُ سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ثُمَّ لا تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِأُخْرَى فَقَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَ فَقَالَ يَا فُلانُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّهَا فَقَالَ حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ. (رواه البخاري).
“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu: “Seorang laki-laki dari kaum Anshar selalu menjadi imam mereka di Masjid Quba’. Kebiasaannya, setiap ia akan memulai membaca surat dalam shalat selaku imam mereka, ia akan mendahului dengan membaca surah Qul Huwallaahu ahad sampai selesai, kemudian membaca surah yang lain bersamanya. Dan ia melakukan hal itu dalam setiap raka’at. Lalu para jamaahnya menegurnya dan berkata: “Anda selalu memulai dengan surah (al-Ikhlash) ini, kemudian Anda merasa tidak cukup sehingga membaca surah yang lain pula. Sebaiknya Anda membaca surah ini saja, atau Anda tinggalkan dan membaca surah yang lain saja.” Laki-laki itu menjawab: “Aku tidak akan meninggalkan surah al-Ikhlash ini dalam setiap raka’at jika kalian senang aku menjadi imam kalian, aku tetap begitu. Jika kalian keberatan, akan berhenti menjadi imam kalian.” Sementara para jamaah memandang laki-laki itu orang yang paling utama di antara mereka. Mereka juga tidak mau jika selain laki-laki itu yang menjadi imam shalat mereka. Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang kepada mereka, mereka pun menceritakan perihal imam tersebut. Lalu beliau bertanya kepada laki-laki itu: “Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh sahabat-sahabatmu dan apabula yang mendorongmu membaca surat al-Ikhlash ini secara terus menerus dalam setiap raka’at?” Ia menjawab: “Aku sangat mencintainya.” Beliau bersabda: “Cintamu pada surah ini akan mengantarmu masuk surga.” (HR. al-Bukhari).
Perhatikan hadits di atas, seorang laki-laki yang menjadi imam kaum Anshar di Masjid Quba’, memiliki kebiasaan yang berbeda dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu membaca surah al-Ikhlash dalam setiap raka’at shalatnya ketika menjadi imam, sebelum membaca surah yang lain. Ketika hal tersebut dilaporkan kaumnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau justru bertanya, apa dasarnya membuat kebiasaan yang berbeda dengan orang kebanyakan itu. Lalu laki-laki tersebut menjawab, dasarnya karena sangat mencintai surah al-Ikhlash. Atas dasar inilah, laki-laki tersebut berijtihad untuk membaca surah al-Ikhlash dalam setiap raka’at. Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar alasannya, beliau justru memberinya kabar gembira, bahwa ia akan masuk surga karenanya. Coba Anda perhatikan, ketika laki-laki tersebut mempunyai kebiasaan dalam shalat yang berbeda dengan sunnah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak langsung menegurnya dengan berkata: “kullu bid’atin dholalah, wa kullu dholalatin finnar.” Karena hadits ini tidak bisa diapakai untuk semua persoalan yang tidak ada nash nya dalam al-Qur’an dan hadits. Dalam persoalan-persoalan yang tidak ada nashnya dalam al-Qur’an dan hadits, masih banyak ruang untuk berijtihad, dan tidak berdasarkan hadits kullu bid’atin dholalah.
Dalam hadits lain juga diriwayatkan:
عن ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَصَلَّيْتُ خَلْفَهُ فَأَخَذَ بِيَدِي فَجَرَّنِي فَجَعَلَنِي حِذَاءَهُ فَلَمَّا أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى صَلاتِهِ خَنَسْتُ فَصَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِي مَا شَأْنِي أَجْعَلُكَ حِذَائِي فَتَخْنِسُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَوَيَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يُصَلِّيَ حِذَاءَكَ وَأَنْتَ رَسُولُ اللهِ الَّذِي أَعْطَاكَ اللهُ قَالَ فَأَعْجَبْتُهُ فَدَعَا اللهَ لِي أَنْ يَزِيدَنِي عِلْمًا وَفَهْمًا. رواه أحمد وابو يعلى وصححه الحاكم.
Ibnu Abbas berkata: “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada akhir malam, lalu aku shalat (bermakmum) di belakang beliau. Lalu beliau mengambil tanganku, menarikku, hingga menjadikanku lurus dengan beliau. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam konsentrasi pada shalatnya, aku mundur. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat. Ketika beliau selesai, beliau bertanya: “Kenapa diriku? Aku luruskan kamu denganku, kok malah mundur.” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, apakah pantas bagi seseorang menunaikan shalat, berdiri lurus dengan engkau, sedangkan engkau adalah Rasulullah yang telah diberi anugerah oleh Allah.” Lalu beliau kagum dengan jawabanku. Lalu beliau berdoa kepada Allah agar menambah ilmu dan kecerdasanku.” (HR. Ahmad dan Abu Ya’la. Dan al-Hakim menilainya shahih).
Perhatikan dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meluruskan shaf Ibnu Abbas dengan beliau, karena menjadi makmum sendirian, tanpa bersama jamaah lain. Tapi kemudian Ibnu Abbas mundur lagi. Setelah selesai shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, justru bertanya, apa dasar Ibnu Abbas tidak mau lurus dengan beliau dan justru mundur? Setelah Ibnu Abbas menjawab, bahwa dasar beliau mundur, adalah karena merasa tidak pantas jika harus lurus dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang derajatnya sangat agung, beliau justru mengagumi dasar tersebut dan mendoakannya agar bertambah alim dan cerdas. Dalam kejadian tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak langsung marah kepada Ibnu Abbas dan tidak pula berkata kullu bid’atin dholalah wa kullu dholalatin finnar. Tetapi masih menanyakan dasarnya apa? Hadits kullu bid’atin dholalah, tidak bisa dijadikan dalil setiap persoalan hukum yang tidak ada nash nya dalam al-Qur’an dan hadits. Setiap persoalan ada dalilnya sendiri-sendiri.
Inilah sebagian dalil yang membuktikan kesalahan pertanyaan-pertanyaan kaum Wahabi di atas. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu, tidak ilmiah. Hukum perayaan maulid telah difatwakan oleh para ulama besar, ratusan tahun sebelum lahirnya aliran Wahabi. Ketika perayaan maulid ditanyakan hukumnya kepada para ulama ahli hadits, mereka justru berpendapat positif dan menganjurkan untuk melakukannya. Mereka antara lain al-Hafizh Ibnu Dihyah al-Kalbi, al-Hafizh Ibnu al-Jauzi, al-Hafizh Ibnu Katsir, al-Hafizh al-’Iraqi, al-Hafizh Ibnu Nashiruddin al-Dimasyqi, al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Hafizh al-Sakhawi, al-Hafizh al-Suyuthi dan lain-lain. Mereka semuanya ahli hadits, dan hafal di luar kepala hadits kullu bid’atin dholalah.

Senin, 05 Januari 2015

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW



Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Ma’asyiral muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Dalam kesempatan yang mulia ini marilah kita tadzakkur dan tafakkur, mengingat segala apa yang kita amalkan selama ini dan berusaha meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Dalam arti kita berusaha melaksanakan segala usaha yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Marilah kita tinggalkan sejenak tugas-tugas duniawiyah, pekerjaan di kantor, bisnis dan perdagangan, untuk masuk masjid melaksanakan sholat Jumat,untuk dzikrullah, ingat kepada Allah SWT.

Semoga dengan demikian kita termasuk golongan orang-orang yang tidak lalai ingat kepada Allah, walaupun kita disibukkan dengan aktivitas jual beli dan perdagangan. Semoga kita semua dijadikan oleh Allah SWT sebagai hamba Allah yang muttaqin dan husnul khatimah. Amin.