Minggu, 03 Mei 2020

Filosofi Megengan, Tradisi Khas Jawa Timur KPR Pondok Magetan Indah Magetan untuk Sambut Bulan Puasa Ramadan



Magetan Jumat Awal Ramadan 1441H/2020/M atau bulan Puasa biasanya disambut dengan meriah oleh umat Islam. Di Jawa Timur dan beberapa daerah lain di Pulau Jawa, kita mengenal Megengan, tradisi khusus untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Megengan merupakan tradisi unik karena tradisi ini tidak dijumpai di daerah lain.

Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Surabaya,  Prof. Dr. Nur Syam, M.Si dalam artikel Tradisi Megengan di Jawa, mendefinisikan Megengan sebagai upacara selamatan ala kadarnya untuk menyambut bulan yang suci dan khusus. Sampai saat ini, tidak diketahui pasti siapa yang pertama kali memulai atau menciptakan tradisi Megengan.


Dikutip dari nursyam.uinsby.ac.id, tradisi Megengan diduga kuat diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Kendatipun demikian, sampai sekarang belum ada bukti historis yang menunjukkan hal itu. Tetapi dugaan ini cukup berdasar. Pasalnya kreasi-kreasi yang menyangkut tradisi akulturasi antara Islam dan Jawa memang kerap berasal dari pemikiran Sunan Kalijaga.
Selamatan sudah menjadi tradisi di Jawa jauh sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. Namun, dalam Megengan, selamatan juga dibarengi dengan kegiatan doa bersama. Jadilah Megengan merupakan salah satu wujud konkret akulturasi antara budaya Jawa dengan ajaran agama Islam.

Megengan bisa berarti menahan. Dalam konteks bulan Ramadan, Megengan berarti menahan hawa nafsu yang terkait dengan makan, minum, berhubungan seksual, dan lain sebagainya. Sebagaimana dijelaskan Nur Syam, tradisi Megengan bisa menjadi penanda bagi umat Islam untuk melakukan persiapan khusus menjelang datangnya bulan suci Ramadan.

Diketahui bersama, Islam memang sangat menganjurkan kaumnya untuk menahan nafsu. Dalam kehidupan sehari-hari manusia memang tidak bisa dilepaskan dari nafsu, seperti nafsu makan, nafsu biologis, dan lain sebagainya. Tetapi apabila nafsu itu tidak dikendalikan, justru bisa menjerumuskan manusia ke lembah kenistaan.

Dikutip dari nursyam.uinsby.ac.id, dalam Islam dikenal nafsu mutmainnah. Nafsu mutmainnah adalah nafsu keberagamaan atau etis yang mendasarkan tindakan manusia pada ajaran agama. Nafsu inilah yang akan menuntun manusia untuk tetap berada di jalan iman dan Islam. Umat Islam yang mengembangkan nafsu mutmainnah akan dijamin keselamatannya dalam mengarungi bahtera kehidupan


Dalam tradisi Megengan, ada makanan yang tidak pernah ketinggalan dihidangkan, yakni kue Apem. Dikutip dari tebuireng.online, Apem berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu afwan yang berarti ampunan atau maaf.

Kue berbahan dasar tepung beras ini menjadi kue wajib dalam penyelenggaraan acara Megengan. Kue Apem menjadi simbol untuk memohon ampun kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala perbuatan yang dilakukan selama setahun lalu. Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat menarik pelajaran dari kue Apem.

Sebelum makanan dan kue Apem dibagikan, jamaah Megengan biasanya terlebih dahulu membaca tahlil dan istighosah. Harapannya, supaya dalam menjalani ibadah puasa Ramadan mereka tenang dan lapang dada karena Allah SWT sudah memaafkan dosa yang mereka perbuat.


 




 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar